Jumat, 29 Mei 2015

Pajak Masukan, Pajak Keluaran dan Faktur Pajak

KARAKTERISTIK PAJAK KELUARAN

Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan terhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong dalam barang mewah. Sebagai salah satu jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seringkali disebut sebagai pajak objektif. Pada PPN, hal yang pertama kali ditekankan adalah objek pajak yang akan dikenakan. Kemudian, subjek pajak yang terkena. Misalnya, barang-barang mewah, kendaraan mewah, dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah tarif pada tiap-tiap barang tersebut. Kemudian, barulah wajib pajak pengonsumsi barang tersebut yang dikenai beban pajaknya sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek pajak.
Dalam pengenaan pajak terhadap subjek pajak tersebut, terdapat dua kategori. Yaitu, pajak keluaran dan pajak masukan.  Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud adalah pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan transaksi jual beli barang. Artinya, PKP mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan barang kena pajak (BKP) miliknya yang dibeli konsumen. Kemudian, nantinya dapat berfungsi menjadi kredit atau pengurang pajak. Menjadi kredit atau pengurang pajak karena sebelumnya sang PKP telah dikenai tarif pajak yang sama atas pembelian barang tersebut yang d kemudian hari dijual olehnya. Jadi, PPN dalam hal ini hanya terjadi pelimpahan beban.
Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup leluasa untuk melakukan pengkreditan pajaknya.
KARAKTERISTIK PAJAK MASUKAN
Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.
Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
Prinsip dasar pengkreditan Pajak masukan adalah sebagai berikut:
  1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).
  2. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).
  3. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.  (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).
  4. Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran yang dikapitalisasikan ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).
  5. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).
  6. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau JKP harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Contoh : alamat di FP sama dg alamat di SK pengukuhan. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan. (PM dikreditkan di tempat PKP dikukuhkan, Dikukuhkan di beberapa tempat maka dapat memilih). (PP 1/2012).
  7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.  Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.  Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. (Pasal 9 ayat 3 UU PPN).
  8. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).
  9. Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9 ayat 4a UU PPN).

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN adalah atas pengeluaran sebagai berikut :
  1. Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
  2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha, oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha  dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
  5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
  6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6).
  7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
  8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. Namun apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP/JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP, namun Faktur Pajaknya belum atau terlambat diterima sehingga belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN untuk Masa ybs., maka PM dalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak ybs. Contoh : Pemeriksaan SPT Masa Januari 2010 dilakukan tanggal 24 Maret 2010, dan ditemukan FP tanggal 12 Januari 2010 yang baru diterima pada tanggal 22 Maret 2010, dan belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari atau Februari 2010, namun perolehannya sudah dicatat dalam pembukuan, maka Faktur Pajak tertanggal 12 Januari 2010 tersebut tetap dapat dikreditkan dalam Masa PPN Masa Maret atau April 2010.
  9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
  10. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Ps 9 ayat (5) dan Ps 16B ayat (3).  Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B. Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Jumat, 22 Mei 2015

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN DALAM AKUNTANSI

Perencanaan dan kendali manajemen sangat penting bagi perusahaan, dalam hal ini perusahaan multinasional. Namun, pengurangan dalam hambatan perdagangan nasional terus menerus, mata uang yang mengambang, resiko kedaulatan, pembatasan terhadap pengirim dana lintas batas nasional, perbedaan dalam sistem pajak nasional, perbedaan tingkat suku bunga dan pengaruh harga komoditas dan ekuitas yang berubah-ubah terhadap aktiva, laba, dan biaya modal purasahan merupakan variable yang memperumit keputusan mnajemen.
Persaingan global dan cepatnya penyebab informasi mendukung semakin sempitnya perbedaan nasional dalam praktek akuntansi manajemen. Tekanan tambahan mencakup antara lain perubahan pasar dan teknologi, pertumbuhan privatisasi, insentif biaya, dan kinerja serta koordinasi operasi global melalui Joint Venture dan kaitan strategi lainnya.Perusahaan dalam melakukan kendali manajemen memerlukan alata perencanaan yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan di masa depan, pemindaian terhadap lingkungan eksternal dan internal. Alat tersebut membantu perusahaan dalam mengenali kesempatan dan tantangan yang ada. Salah satu alat tersebut adalah analisis WOTS-UP yang menyangkut kekuatan dan kelemahan perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan operasi perusahaan. Akuntan juga dapat membantu para perencana perusahaan untuk memperoleh data yang bermanfaat dala keputusan perencanaan strategis.Kemudian, keputusan untuk melakukan investasi luar negeri merupakan multinasional. Resiko investasi diikuti oleh lingkungan yang asing, rumit, dan senantiasa berubah. Perencanaan formal merupakan suatu keharusan dan umumnya dilakukan dalam suatu kerangka penganggaran modal yang membandingkan manfaat dan biaya investasi yang diusulkan. Perbedaan dalam hukum pajak, sistem akuntansi, laju inflasi, rsiko nasionalisasi, kerangka mata uang, segmentasi pasar, pembatasan dalam pengalihan laba ditahan dan perbedaan dalam bahasa dan budaya menambah unsur-unsur kerumitan yang jarang ditemui dalam domestik. Adaptasi atau penyesuaian oleh perusahaan multinasional atas model perencanaan investasi tradisional yang telah dilakukan dalam tiga bidang pengukuran :
1.  menentukan pengembalian yang relevan untuk investasi multinasional
2.  mengukur ekspektasi arus kas, dan
3. menghitung biaya modal perusahaan multinasional.Seorang manajer harus menentukan tingkat pengembalian yang relevan untuk menganalisis keempatan investasi asing. 

Namun, tingkat pengembalian yang relevan merupakan masalah sudut pandang: proyek luar negeri atau induk perusahaan. Pengembalian dari dua sudut pandang ini dapat berbeda secara signifikan karena beberapa hal :
1. pembatasan oleh pemerintah atas repartriasi laba dan modal
2.biaya izin, royalti, dan pembayaran lain yang merupakan laba bagi induk perusahaan namun merupakan beban bagi anak perusahaan.
3.perbedaan laju inflasi nasioonal
4.perbedaan pajak.Manajer keuangan harus memenuhi banyak tujuan dengan memberikan repons kepada kelompok investor dan non investor di organisasi dan dilingkungannya. 

Jika suatu investasi asing tidak menjanjikan pengembalian yang telah disesuaikan resiko yang nilainya lebih dari pengembalian yang diperoleh pesaing lokal, maka pemegang saham induk perusahaan akan lebih baik untuk berinvestasi langsung diperusahaan lokal.Bagi manajer perusahaan multinasional, mengukur ekspektasi kas suatu investasi asing merupakan hal yang cukup menantang. Perkiraan penerimaan didasarkan pada proyeksi penjualan dan pengalaman antisipasi penagihan. Beban operasi dan pajak lokal jugasama-sama diramalkan. Namun demikian, terdapat tambahan kerumitan yang harus dipertimbangkan:
1.      Arus kas Vs Induk perusahaan
2.      Arus kas induk perusahaan yang terkait dengan pendanaan
3.      Pendanaan yang bersubsidi
4.      Resiko politikProses ini juga harus mempertimbangkan pengaruh perubahan dan fluktuasi nilai mata uang atas ekspektasi pengembalian mata uang asing.

Sumber utama atas kas induk meliputi pinjaman dari induk perusahaan, deviden, biaya lisensi, beban overhead, royalty, harga transfer untuk pembelian dari atau penjualan kepada induk perusahaan, dan estimasi nilai akhir proyek. Pengukuran arus kas ini memerlukan pemahan atas perbedaan akuntansi nasional, kebijakan repatriasi pemerintah, laju inflasi, dan kurs potensial masa depan serta perbedaan pajak.Perbedaan dalam prinsip akuntansi menjadi relevan jika keuangan bergantung pada laporan keuangan proforma dengan dasar lokal ketika mengestimasikan arus kas masa depan. Apabila aturan pengukuran yang digunakan untuk menyusun akun-akun ini berbeda dari aturan-aturan yang digunakan di negara asal induk perusahaan, maka dapat terjadi perbedaan dalam estimasi arus kas.Penyusunan sistem informasi seluruh dunia suatu perusahaan merupakan hal krusial dalam mendukung strategi perusahaan, termasuk proses perencanaan. 

Keadaan geografi, komunikasi informasi secara formal umumnya menggantikan kontak pribadi antara manajer operasi lokal dengan manajer kantor pusat. Perkembangan dalam teknologi informasu seharusnya mengurangi, tetapi tidak akan menghilangkan sama sekali kerumitan ini.Rancangan sistem berpengaruh pada keberhasilan yang dicapai:
1.      Penyebaran rendah dengan setralitas yang tinggi, digunakan oleh organisasi yang lebih kecil dengan operasi bisnis internasional yang terbatas, dan sistem informasi domestik yang mendominasi kebutuhan.
2.      Penyebaran tinggi dengan sentralisasi yang rendah, digunakan oleh perusahaan multinasional dengan operasi diwilayah geografis yang berbeda-beda.
3.      Penyebaran yang tinggi dengan sentralitas yang tinggi, dijalankan oleh perusahaan dengan analisis strategi di seluruh dunia. Sistem pengendalian manajemen pada dasarnya suatu sistem yang digunakan oleh manajemen untuk membangun masa depan organisasi. Untuk membangun masa depan organisasi, perlu ditentukan lebih dahulu dalam bisnis apa organisasi akan berusaha. 

Jawaban atas pertanyaan tersebut merupakan misi organisasi dengan demikian misi organisasi merupakan the chosen track untuk membawa organisasi mewujudkan masa depanya. Diharapkan dengan dilaksanakannya struktur sistem manajemen tercipta visi dan misi organisasi perusahaan kemudian mengimplementasikannya.Permasalahan yang timbul dalam implementasi struktur sistem pengendalian manajemen yang dapat diidentifikasikan sekarang ini adalaah terletak pada kelemahan proses. Sistem pengendalian manajemen tidak dapat mewujudkan tujuan sistem kemungkinan karena strukturnya tidak cocok dengan lingkungan yang dihadapi perusahaan, dapat juga terjadi tujuan sistem pengendalian manajemen tidak tercapai karena proses sistem pengendalian manajemennya lemah. Dampak yang timbul dikarenakan perusahaan tidak memberlakukan struktur sistem pengendalian manajemen antara lain organisasi perusahaan akan sulit menghadapi berbagai perubahan tajam radikal, konstan, pesat, serentak sehingga roda organisasi tidak akan berjalan dan tidak dapat membuat berbagai perencanaan, tidak memprediksi target organisasi ke depannya.Untuk menghadapinya  diperlukan struktur sistem pengendalian manajemen dimulai dari pengamatan dan pengidentifikasian memacu perubaan yang berdampak terhadap karakteristik lingkungan yang akan dimasuki perusahaan. struktur sistem merupakan komponen-komponen yang berkaitan eraty dengan lainnya yang secra bersama-sama digunakan untuk mewujudkan tujuan sistem seperti yang dikatakan Mulyadi, Johny (2001:8) bahwa struktur pengendalian manajemen terdiri dari tiga komponen yaitu struktur organisasi, jeraring informasi dan sistem penghargaan.Akuntansi manajemen mempersiapkan sejumlah informasi untuk manajemen perusahaan mulai dari pengumpulan data hingga laporan likuiditas dan ramalan operasional berpa berbagai jenis pengeluaran beban. Faktor-faktor lingkungan juga mempengaruhi penggunaan informasi yang dihasilkan secara internal. 

Misalnya pengaruh budaya, budaya yang tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas cenderung untuk siap menerima teknologi informasi dibandingkan ketidak nyamanan. Faktor translasi juga mempengaruhi penggunaan informasi yang dihasilkan FAS No. 52 mewajibkan penggunaan metode translasi temporal ketika melakukan translasi akun-akun perusahaan afiliasi luar negeri yang berada dalam lingkungan berafiliasi tinggi. Meskipun demikian, ketentuan tersebut tidak memenuhi kebutuhan informasi perusahaan yang beroperasi di negara-negara dengan inflasi tinggi karena cenderung menimbulkan distorsi realitas melalui:
1.   Melaporkan keuntungan atau kerugian translasi yang besar yang sulit untuk diiterprestasikan
2.   Mendistrorsi perbandingan kinerja antarwaktu
3. Sistem pelaporan trandisional tidak memberikan motivasi bagi tenaga penjualan untuk memfakturkan dan mengirimkan lebih dahulu dibulan itu.
4. sistem ini memanipulasi hasil.Agar suatu sistem pengendalian di perusahaan multinasional berfungsi dengan baik, maka biasanya sistem yang digunakan banyak perusahaan multinasional untuk mengendalikan operasi luar negerinya dalam banyak hal sama dengan yang digunakan secara domestik. 

Struktur Sistem Pengendalian Manajemen Struktur sistem pengendalian manajemen diperlukan oleh organisasi perusahaan karena menuntut semua perusahaan yang memasuki lingkungan tersebut memiliki kekuatan lebih untuk bersaing. Agar dapat dipilih oleh costumer, produk dan jasa perusahaan harus memiliki keunggulan tidak akan bertahan lama, karena pesaing akan mencari berbagai cara untuk menghasilkan value terbaik bagi costumer. 
Oleh karena itu, untuk tetap bertahan dan tumbuh dilingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan dituntut untuk secara bekerlanjutan menemukan kembali keunggulan daya saing.

Sistem pengendalian yang efektif adalah sistem yang diarahkan kepada dua penyebab, diperlukannya pengendalian ketidakmampuan personel dalam mencapai tujuan organisasi melalui perilaku yang diharapkan, ketidak mampuan personel di dalam mencapai tujuan dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan, serta penyediaan teknologi memadai, ketidak mampuan personel dalam mencapai tujuan organisasi melalui perilaku yang diharapkan dapat dikurangi atau dihilangkan melalui:
1.      Perumusan Misi, Visi, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi secara jelas
2.      Pengkomunikasian misi, visi, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi kepada personel perusahaan melalui personal behaviors para leaders organisasi dan operational behavior.
3.      Sistem pengendalian manajemen juga menyediakan berbagai sistem untuk melaksanakan proses perencanaan dan implementasi rencana. 

Melalui sistem pengendalian manajemen, keseluruhan kegiatan utama untuk menjadikan perusahaan sebagai institusi pencipta kekayaan dapat dilaksanakan secara terstruktur, terkoordinasi, terjadwal dan terpadu sehingga menjanjikan tercapainya tujuan perusahaan bertambahnya kekayaan dalam jumlah yang memadai.Proses struktur pengendalian manajemen proses sistem pengendalian manajemen terdiri dari enam tahap:
1.      Perumusan Strategi
2.      Perencanaan Strategi
3.      Penyusunan Program
4.      Penyusunan Anggaran
5.      Implemantasi 
6.      Pemantauan

1.Perumusan Strategi
Tahap perumusan strategi adalah tahap yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi. Dalam tahap ini dilakukan pengamatan terhadap tren perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tren tersebut dilakukan perumusan, misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai organisasi.
2.Perencanaan Strategik
Setelah perusahaan merumuskan tentang strategi yang dipilih untuk mewujudkan visi dan misi melalui organisasi, strategi tersebut kemudian perlu diimplementasikan. Langkah pertama adalah melaksanakan perencanaan strategik, dalam langkah ini strategi yang telah dirumuskan diterjemahkan ke dalam neraca strategik yang komprehensif dan koheren, yang terdiri dari tiga komponen : sasaran strategik, target, inisiatif strategic
3.Penyusun Program
Penyusunan program adalah proses penyusunan rencana jangka panjang untuk menjabarkan inisiatif strategik yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik. Pelaksanaan inisiatif strategik memerlukan perencanaan sistematik langkah-langkah yang akan ditempuh oleh perusahaan dalam jangka panjang ke depan beserta taksiran sumber daya yang diperlukan untuk program, suatu rencana jangka panjang yang berisi langkah-langkah strategik yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta taksiran sumberdaya yang diperlukan.
4.Penyusunan Anggaran
Penyusunan program adalah proses penyusunan rencana jangka panjang untuk menjabarkan inisiatif strategik yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik. Pelaksanaan inisiatif strategik memerlukan perencanan sistematik langkah-langkah yang akan ditempuh oleh perusahaan dalam jangka panjang ke depan beserta taksiran sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan langkah-langkah tersebut. penyusunan program menghasilkan program, suatu rencana jangka panjang yang berisi langkah-langkah strategik yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta taksiran sumberdaya yang diperlukan untuk itu.
Penyusunan anggaran adalah proses penyusunan rencana jangka pendek (biasanya untuk jangka waktu satu tahun) yang berisi langkah-langkah yang ditempuh oleh perusahaan dalam melaksanakan sebagian dari program dalam penyusunan anggaran dijabarkan program tertentu ke dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran, ditunjukkan manajer dan karyawan yang bertanggung jawab dan dialokasikan sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
5.Implementasi
Setelah rencana menyeluruh selesai disusun, langkah berikutnya adalah implementasi rencana. Dalam tahap implementasi rencana ini, manajemen dan karyawan melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran ke dalam kegiatan nyata. Oleh karena anggaran adalah bagian dari program, dan program merupakan penjabaran sasaran strategik dipilih sebagai penjabaran strategi yang dirumuskan, maka dalam implementasi rencana, manajemen dan karyawan harus senantiasa menyadari keterkaitan erat diantara implementasi, anggaran, program, inisiatif, sasaran strategik dan strategi. Kesadaran demikian akan mempertahankan langkah-langkah rinci yang dilaksanakan dalam tahap implementasi tetap dalam rerangka yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi.

6.Pemantauan
Implementasi rencana memerlukan pemantauan, hasil setiap langkah yang direncanakan perlu diukur untuk memerlukan umpan balik bagi pemantauan pelaksanaan anggaran, program, dan inisiatif strategik. Hasil implementasi rencana juga digunakan untuk memberikan informasi bagi pelaksana tentang seberapa jauh target telah berhasil dicapai, sasaran strategik telah berhasil diwujudkan dan visi organisasi dapat dicapai.

Rabu, 20 Mei 2015

Mencari Harga Pokok Produksi dan Laba Rugi perusahaan manufaktur

Dalam perusahaan dagang di kenal dengan istilah Harga Pokok Penjualan (HPP) sedangkan dalam perusahaan manufaktur di kenal dengan Harga Pokok Produksi. Cara menyusun Harga pokok Produksi perusahaan manufaktur, sedikit ada perbedaan.
Dalam perusahaan dagang, yang ada hanya pembelian barang yang langsung di jual kembali dengan mengambil selisih harga sebagai pendapatan. Berbeda dengan perusahaan manufaktur (Produksi) adalah dengan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang siap di jual.
Makanya dalam perusahaan manufaktur terdapat banyak akun persediaan. Beberapa akun persediaan dari Perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut :
  1. Persediaan Bahan Baku
  2. Persediaan Barang Dalam Proses
  3. Persediaan Bahan Jadi
  4. Persediaan Bahan Pembantu
Akun-akun persediaan tersebut di atas adalah yang mempengaruhi laporan HPP dari perusahaan manufaktur di tambahkan dengan Biaya Produksi. Untuk melihat gambaran lebih jelas bisa melihat pada format Harga Pokok Produksi (HPP) Perusahaan Manufaktur Berikut :
CV. Akuntansi ID Konveksi
Laporan Harga Pokok Produksi
Per 31 Desember 2012
NoKeterangan
PEMBELIAN DAN BIAYA
iBAHAN BAKU
Persediaan Awal Rp.    xxx.xxx
Pembelian Bahan Baku Rp.    xxx.xxx
Return Pembelian Rp.    xxx.xxx +
Total Bahan Baku Rp.    xxx.xxx
Persediaan Akhir Rp.    xxx.xxx -
Bahan Baku terpakai Rp.    xxx.xxx
iiBAHAN PEMBANTU
Persediaan Awal Rp.    xxx.xxx
Pembelian Bahan Pembantu Rp.    xxx.xxx +
Total Bahan Pembantu Rp.    xxx.xxx
Persediaan Bahan Baku Ahir Rp.    xxx.xxx -
Bahan Baku Terpakai Rp.    xxx.xxx
iiiTENAGA KERJA
Gaji Karyawan Rp.    xxx.xxx
Tunjangan Rp.    xxx.xxx
Bonus Rp.    xxx.xxx +
Total Biaya Tenaga Kerja Rp.    xxx.xxx
ivBIAYA PRODUKSI PABRIK
Biaya ……….. Rp.    xxx.xxx
Biaya ……….. Rp.    xxx.xxx
Biaya ……….. Rp.    xxx.xxx
Biaya ……….. Rp.    xxx.xxx
Total Biaya Produksi Rp.    xxx.xxx
JUMLAH BIAYA PRODUKSI ( I + ii + iii + iv )
 Rp.    xxx.xxx
vBARANG DALAM PROSES
Barang Dalam Proses Awal Rp.    xxx.xxx
Jumlah Biaya Produksi Rp.    xxx.xxx +
 Rp.    xxx.xxx
Barang Dalam Proses Akhir Rp.    xxx.xxx -
Barang Jadi Setelah Proses
 Rp.    xxx.xxx
viBARANG JADI
Persediaan Barang Jadi Awal Rp.    xxx.xxx
Barang Jadi Setelah Proses Rp.    xxx.xxx +
Total Persediaan Barang Jadi Rp.    xxx.xxx
Persediaan Barang Jadi Akhir Rp.    xxx.xxx -
Harga Pokok Produksi (HPP) Rp.    xxx.xxx
Dengan melihat format tersebut maka kita sudah bisa melihat bagaimana sebuah proses perhitungan untuk HPP perusahaan manufaktur yang berbeda dengan perusahaan dagang.
Untuk melihat penggunaan formai ini bisa dilihat pada gambar berikut :